Nikah Mut'ah /Kawin Mut'ah
Nikah Mut'ah /Kawin Mut'ah
Zufar berpendapat kawin
mut'ah jika disebut tegas-tegas batas waktunya, maka kawinnya sah, tetapi
pembatasan waktunya yang bathal. Hal ini apabila di dalam ijab qabulnya
digunakan kata-kata tazwij (kawin), tetapi kalau digunakan kata-kata mut'ah
(sementara) maka ia sependapat dengan ulama-ualama lainnya tentang batalnya.
Para madzab yang
mengharamkan kawin mut'ah itu berdasarkan dalil/ hadits di bawah ini:
Kedua. Banyak hadits-hadits yang
dengan tegas menyebutkan haramnya. Misalnya hadits dari Saburah Al-Jahmy, bahwa
ia pernah menyertai Rasulullah saw dalam perang penaklukan Mekkah dimana
Rasululllah mengizinkan mereka kawin mut'ah.
Katanya : la (Saburah)tidak
meninggalkan kawin mut'ah ini sampai kemudian diharamkan oleh Rasulullah. Dalam
suatu lafads yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah telah mengharamkan
kawin mut'ah dengan sabdanya:
“Wahai manusia! Saya pernah
mengizinkan kamu kawin mutah, Tetapi sekarng ketahuilah bahwa Allah telah
mengharamkannya sampai hari kemudian.”
Dalam riwayat lainnya
disebutkan:
“Dari Ali, Rasulullah saw.
melarang kawin mut'ah pada waktu Kejadian khaibar dan melarang makan daging
keledai penduduknya.”
Ketiga. Umar ketika menjadi kholifah
dengan berpidato di atas mimbar mengharamkannya dan para sahabatnyapun
menyetujinya
padahal mereka tidak mau menyetubuí
sesuatu yang salah, andaikata mengharamkan kawin mut'ah itu salah.
Keempat. Al-Kattabi berkata : Haramnya
kawin mut'ah itu sudah ijmaʼkecualu oleh beberapa golongan aliran Syi'ah,
Menurut kaidah mereka
(golongan syi'ah)dalam persoalanpersoalan yang dipersalisihkan tidak ada dasar
yang sah sebagai tempat kembali kecuali kepada Ali, padahal ada riwayat yang
sah dari Ali kalau kebolehan kawin mutah sudah dihapuskan. Balhaqi meriwayatkan
dari jaʼfar bin Muhammad ketika ia ditanya orang tentang kawin mut'ah jawabnya:
sama dengan zina.
Kelima. Kawin mutah sekedar
bertujuan pelampiasan syahwat, bahkan untuk mendapatkan anak dan memelihara
anak-anak yang keduanya merupakan maksud pokok dari, perkawinan. Karena itu dia
disamaka dengan zina, dilihat dari segi tujuan untuk sematamata
bersenang-senang. Selain itu juga membahayakan perempuan, karena ia ibarat
sebuah benda yang pindah dari satu tangan ke tangan lain, juga merugikan
anak-anak masa depannya, karena mereka tidak mendapatkan rumah tempat untuk
tinggal dan memperoleh pemeliharaan dan pendidikan dengan baik.
Diriwayatkan dari beberapa
orang sahabat dan tabi'in bahwa kawin mut'ah itu halal, yang katanya dikenal
sebagai riwayat dari Ibnu Abbas dan dalam kitab “Tahdzibus Sunnan”ditegaskan,
bahwa Ibnu Abbas membolehkan kawin muťah ini bila diperlukan dalam keadaan
darurat dan bukan membolehkan secara mutlak. Tetapi pendapat ini kemudian
beliau cabut lagi ketika beliau mengetahui banyak orang melakukannya secara
berlebih-lebihan. Jadi kawin mut'ah tetap haram bagi orang yang tidak ada
alasan yang sah.
Al-Khattabi berkata; Said
bin Jubair berkata: Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas: Tahukah anda, apa
yang anda perbuat dan anda fatwakan? Kini para khalifah telah mengikuti jejak
fatwa tuan dan para ahli syair beranjak.
Jawab beliau: Apa kata
mereka?
Jawab saya: Mereka berkata:
Aku berkata kepada syaikh
yang telah lama meninggalkan istrinya wahai saudara! tahukah anda fatwanya Ibnu
Abbas?: Tahukah anda yang mut'ah itu boleh.
Anda boleh bersenang-senang
sampai kafilah pulang balik. Ibnu Abbas menjawab: Inna lillahi wainna ilaihi
raji'un. Demi Allah saya tidak berfatwa begitu, dan tidak pula bermaksud
begitu. Kalau toh aku menghalalkan, maka adalah seperti Allah menghalalkan
bangkai, darah dan daging babi, yang barang-barangitu tidak halal kecuali bagi
orang yang terpaksa. Dan kawin mutah itu ibarat bangkai, darah dan daging babi.
Imam Syaukani berkata:
Sepenuhnya kami hanya berpegang kepada syari'at yang telah kami terima, bahwa
menurut kami kawin mutah itu diharamkan untuk selama-lamanya. Adapun adanya
sekelompok sahabat yang menyalahi hukum ini dapat berarti mencederakan hukum ini,
dan kamipun tidak mendapatkan suatu alasan yang dapat dijadikan dasar untuk
meringankan hukum kawin muťah, bagaimana mungkin kawin mut'ah ini bisa diberi
keringanan padahal bagian terbesar para sahabat telah mengetahui betul haramnya
dan merekapun menjauhinya dan meriwayatkan hadits-haditsnya pula kepada kita,
bahkan Ibnu Umar pernah berkata dalam hadits riwayat Ibnu Majah dengan sanadnya
Shahih:
Post a Comment for "Nikah Mut'ah /Kawin Mut'ah"