SIAPAKAH YANG BERHAK MENENTUKAN HALAM DAN HARAM ?
SIAPAKAH YANG BERHAK MENENTUKAN HALAM DAN HARAM ?
Bahwa Islam telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram
yaitu dengan
melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan
manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya. Hak tersebut semata-mata
ditangan Allah.
Bukan pastor, bukan
pendeta, bukan raja dan bukan sultan yang berhak menentukan halal-haram.
Barangsiapa bersikap demikian, berarti telah melanggar batas dan menentang hak
Allah dalam menetapkan perundang-undangan untuk ummat manusia. Dan barangsiapa
yang menerima serta mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan mereka
itu sebagai sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut "musyrik".
Firman Allah:
"Apakah
mereka itu mempunyai sekutu yang mengadakan agama untuk mereka, sesuatu yang
tidak diizinkan Allah?" (as-Syura: 21)
Al-Quran telah
mengecap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah memberikan kekuasaan kepada
para pastor dan pendeta untuk menetapkan halal dan haram, dengan firmannya
sebagai berikut:
"Mereka
itu telah menjadikan para pastor dan pendetanya sebagai tuhan selain Allah; dan
begitu juga Isa bin Maryam (telah dituhankan), padahal mereka tidak diperintah
melainkan supaya hanya berbakti kepada Allah Tuhan yang Esa, tiada Tuhan
melainkan Dia, maha suci Allah dari apa-apa yang mereka sekutukan." (at-Taubah: 31)
'Adi bin Hatim pada
suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah --pada waktu itu dia lebih
dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam-- setelah dia mendengar ayat
tersebut, kemudian ia berkata: Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak
menyembah para pastor dan pendeta itu.
Maka jawab Nabi
s.a.w.:
"Betul!
Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap
sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka
mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka." (Riwayat
Tarmizi)
"Memang
mereka (ahli kitab) itu tidak menyernbah pendeta dan pastor, tetapi apabila
pendeta dan pastor itu menghalalkan sesuatu, mereka pun ikut menghalalkan juga;
dan apabila pendeta dan pastor itu mengharamkan sesuatu, mereka pun ikut
mengharamkan juga."
Orang-orang Nasrani
tetap beranggapan, bahwa Isa al-Masih telah memberikan kepada murid-muridnya
--ketika beliau naik ke langit-- suatu penyerahan (mandat) untuk menetapkan
halal dan haram dengan sesuka hatinya. Hal ini tersebut dalam Injil Matius
18:18 yang berbunyi sebagai berikut: "Sesungguhnya aku berkata kepadamu,
barang apa yang kamu ikat di atas bumi, itulah terikat kelak di sorga; dan
barang apa yang kamu lepas di atas bumi, itupun terlepas kelak di sorga."
Al-Quran telah mengecap juga kepada orang-orang musyrik yang berani mengharamkan dan menghalalkan tanpa izin Allah, dengan kata-katanya sebagai berikut:
"Katakanlah!
Apakah kamu menyetahui apa-apa yang Allah telah turunkan untuk kamu daripada
rezeki, kemudian dijadikan sebagian daripadanya itu, haram dan halal;
katakanlah apakah Allah telah memberi izin kepadamu, ataukah memang kamu hendak
berdusta atas (nama) Allah?" (Yunus: 59)
Dan firman Allah
juga:
"Dan
jangan kamu berani mengatakan terhadap apa yang dikatakan oleh lidah-lidah kamu
dengan dusta; bahwa ini halal dan ini haram, supaya kamu berbuat dusta atas
(nama) Allah, sesungguhnya orang-orang yang berani berbuat dusta atas (nama)
Allah tidak akan dapat bahagia." (an-Nahl:
116)
Dari beberapa ayat
dan Hadis seperti yang tersebut di atas, para ahli fiqih mengetahui dengan
pasti, bahwa hanya Allahlah yang berhak menentukan halal dan haram, baik dalam
kitabNya (al-Quran) ataupun melalui lidah RasulNya (Sunnah). Tugas mereka tidak
lebih, hanya menerangkan hukum Allah tentang halal dan haram itu. Seperti
firmanNya:
"Sungguh
Allah telah menerangkan kepada kamu apa yang Ia haramkan atas kamu." (al-An'am: 119)
Para ahli fiqih
sedikitpun tidak berwenang menetapkan hukum syara' ini boleh dan ini tidak
boleh. Mereka, dalam kedudukannya sebagai imam ataupun mujtahid, pada
menghindar dari fatwa, satu sama lain berusaha untuk tidak jatuh kepada
kesalahan dalam menentukan halal dan haram (mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram).
Imam Syafi'i dalam
al-Um meriwayatkan, bahwa Qadhi Abu Yusuf, murid Abu Hanifah pernah mengatakan:
"Saya jumpai guru-guru kami dari para ahli ilmu, bahwa mereka itu tidak
suka berfatwa, sehingga mengatakan: ini halal dan ini haram, kecuali menurut
apa yang terdapat dalam al-Quran dengan tegas tanpa memerlukan tafsiran.
Kata Imam Syafi'i
selanjutnya, Ibnu Saib menceriterakan kepadaku dari ar-Rabi' bin Khaitsam --dia
termasuk salah seorang tabi'in yang besar-- dia pernah berkata sebagai berikut:
"Hati-hatilah kamu terhadap seorang laki-laki yang berkata: Sesungguhnya
Allah telah menghalalkan ini atau meridhainya, kemudian Allah berkata
kepadanya: Aku tidak menghalalkan ini dan tidak meridhainya. Atau dia juga
berkata: Sesungguhnya Allah mengharamkan ini kemudian Allah akan berkata:
"Dusta engkau, Aku samasekali tidak pernah mengharamkan dan tidak melarang
dia."
Imam Syafi'i juga
pernah berkata: Sebagian kawan-kawanku pernah menceriterakan dari Ibrahim
an-Nakha'i --salah seorang ahli fiqih golongan tabi'in dari Kufah-- dia pernah
menceriterakan tentang kawan-kawannya, bahwa mereka itu apabila berfatwa
tentang sesuatu atau melarang sesuatu, mereka berkata: Ini makruh, dan ini
tidak apa-apa. Adapun yang kalau kita katakan: Ini adalah halal dan ini haram,
betapakah besarnya persoalan ini!
Demikianlah apa yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf dari salafus saleh yang kemudian diambil juga oleh Imam Syafi'i dan diakuinya juga. Hal ini sama juga dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: "Bahwa ulama-ulama salaf dulu tidak mau mengatakan haram, kecuali setelah diketahuinya dengan pasti."
Kami dapati juga imam
Ahmad, misalnya, kalau beliau ditanya tentang sesuatu persoalan, maka ia
menjawab: Aku tidak menyukainya, atau hal itu tidak menyenangkan aku, atau saya
tidak senang atau saya tidak menganggap dia itu baik.
Cara
seperti ini dilakukan juga oleh imam-imam yang lain seperti Imam Malik, Abu
Hanifah dan lain-lain
Post a Comment for "SIAPAKAH YANG BERHAK MENENTUKAN HALAM DAN HARAM ?"