BAGAIMANA CARA SEORANG ISTRI MELEPASKAN (BERPISAH ) DIRINYA DARI SUAMINYA YANG TIDAK DISUKAINYA
BAGAIMANA CARA SEORANG ISTRI MELEPASKAN (BERPISAH ) DIRINYA DARI SUAMINYA YANG TIDAK DISUKAINYA
Ada pertanyaan yang menghantui kebanyakan orang, yaitu, "Jika talak itu berada di tangan laki-laki sebagaimana yang kita ketahui alasan-alasannya, maka apa wewenang yang diberikan oleh syari'at Islam kepada wanita? Dan bagaimana cara menyelamatkan dirinya dari cengkeraman suaminya jika ia tidak suka hidup bersama karena tabi'atnya yang kasar, atau akhlaqnya yang buruk, atau karena suami tidak memenuhi hak-haknya atau karena lemah fisiknya, hartanya, sehingga tidak bisa memenuhi hak-haknya atau karena sebab-sebab lainnya."
Sebagai jawabannya adalah, "Sesungguhnya Allah SWT Yang Bijaksana telah memberikan kepada wanita beberapa jalan keluar yang dapat membantu wanita untuk menyelamatkan dirinya, antara lain sebagai berikut:
1. Wanita membuat persyaratan ketika aqad bahwa hendaknya ia diberikan wewenang untuk bercerai. Ini boleh menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad. Dalam hadits shahih dikatakan, "Persyaratan yang benar adalah hendaknya kamu memenuhinya selama kamu menginginkan halal kemaluannya."
2. Khulu', wanita yang tidak suka terhadap suaminya boleh menebus dirinya, yaitu dengan mengembalikan maskawin yang pernah ia terima atau pemberian lainnya. Karena tidaklah adil jika wanita yang cenderung untuk cerai dan merusak mahligai rumah tangga, sementara suaminya yang menanggung dan yang dirugikan. Allah SWT berfirman,
"Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus diri. . ." (Al Baqarah: 229)
Di dalam hadits diceritakan bahwa isteri Tsabit bin Qais pernah mengadu kepada Rasulullah SAW tentang kebenciannya kepada suaminya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, "Apakah kamu sanggup menggembalikan kebunnya, yang dijadikan sebagai mahar" maka wanita itu berkata, "Ya." Maka Nabi SAW memerintahkan Tsabit untuk mengambil kebunnya dan Tidak lebih dari itu.
3. Berpisahnya dua hakam (dari kedua belah pihak) ketika terjadi perselisihan. Allah SWT berfirman:
"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang hakam dan keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscanya Allah memberi taufik kepada suami isteri ini."
Penamaan Al Qur'an terhadap Majlis keluarga ini dengan nama "Hakamain" menunjukkan bahwa keduanya mempunyai hak memutuskan (untuk dilanjutkan atau tidak). Sebagian sahabat mengatakan kepada dua hakam, "Jika kamu berdua ingin mempertemukan, pertemukan kembali, dan jika kamu berdua ingin memisahkan maka pisahkanlah.
4. Memisahkan (menceraikan) karena lemah syahwat, artinya apabila seorang lelaki itu lemah dalam hubungan seksual maka diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengangkat permasalahannya ke hakim sehingga hakimlah yang memutuskan pisah di antara keduanya. Hal ini untuk menghindarkan wanita itu dari bahaya, karena tidak boleh saling membahayakan di dalam Islam.
5. Meminta cerai karena perlakuan suami yang membahayakan, seperti seorang suami yang mengancam isterinya, menyakitinya, dan menahan infaqnya. Maka boleh bagi isteri untuk meminta kepada qadhi untuk menceraikannya secara paksa agar bahaya dan kezhaliman itu dapat dIhindarkan dari dirinya. Allah SWT berfirman:
Apabila kamu menceraikan istri(-mu), hingga (hampir) berakhir masa idahnya,tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas. Siapa yang melakukan demikian, dia sungguh telah menzalimi dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan ayat-ayat (hukum-hukum) Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepadamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(Al Baqarah: 231)
"Maka ditahan (dirujuk) dengan baik atau menceraikan dengan cara yang baik..." (Al Baqarah: 229)
Di antara bahaya yang mengancam adalah memukul isteri tanpa alasan yang benar.
Bahkan sebagian imam berpendapat bolehnya menceraikan antara wanita dengan suaminya yang kesulitan, sehingga ia tidak mampu untuk memberikan nafkah dan isterinya meminta cerai. Karena hukum tidak membebani dia untuk bertahan dalam kelaparan dengan suami yang fakir. Sesuatu yang ia tidak bisa menerima sebagai realisasi kesetiaan dan akhlaq yang mulia.
Dengan solusi ini maka Islam telah membuka kesempatan bagi wanita sebagai bekal persiapan untuk menyelamatkan dirinya dari kekerasan suami dan penyelewengan kekuasaan suami yang tidak benar.
Sesungguhnya undang-undang yang dibuat para ahli tidak lebih hanya menzhalimi hak-hak wanita. Adapun sistem yang dibuat Allah SWT sebagai pencipta manusia, laki-laki atau perempuan maka tidak ada kezhaliman di dalamnya dan tidak ada pernikahan. Itulah keadilan yang sempuma, Allah SWT berfirman:
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin. (Al Maidah: 50)
Salah Faham dan Salah Terap dalam Talak
Kebanyakan kaum Muslimin telah salah dalam menfungsikan talak. Mereka menempatkannya bukan pada tempatnya dan mereka menggambarkan talak itu seakan seperti pedang yang dihunus lalu diletakkan di atas leher sang isteri. Mereka juga mempergunakan sebagai sumpah untuk sesuatu yang berat atau yang ringan. Banyak fuqaha' yang memperluas di dalam menjatuhkan talak, sampai talaknya orang yang mabuk dan marah, bahkan orang yang terpaksa. Padahal haditsnya mengatakan, "Tidak sah talak yang dalam ketidaksadaran." Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya talak itu berdasarkan keperluan." Sehingga mereka juga menjatuhkan talak tiga dengan satu perkataan ketika marah. Padahal talak itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti dalam pertengkaran di luar rumah, sedangkan dengan isterinya ia sangat bahagia dan rukun.
Tetapi yang dimaksud oleh nash-nash dan tujuan dari syari'ah yang mudah di dalam membina rumah tangga dan memeliharanya, adalah mempersempit dalam menjatuhkan talak, maka tidak sah kecuali dengan kata-kata yang jelas, pada saat tertentu, dan dengan maksud tertentu. Inilah yang kita berlakukan, pendapat yang dianut oleh Imam Bukhari dan sebagian ulama salaf, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim dan ulama lainnya memperkuat pendapat ini dan menyetujuinya, ini pula yang sesuai dengan ruh Islam.
Adapun kesalahfahaman dan salah penerapan hukum Islam itu adalah tanggung jawab kaum Muslimin, bukan tanggungjawab Islam itu sendiri.
Post a Comment for "BAGAIMANA CARA SEORANG ISTRI MELEPASKAN (BERPISAH ) DIRINYA DARI SUAMINYA YANG TIDAK DISUKAINYA"