Bagaimana Hukuman Tawa Canda/Seni Lawak Dan Hiburan (Komedi) dalam islam
Bagaimana Hukuman Tawa Canda/Seni Lawak Dan Hiburan (Komedi) dalam islam
Hidup adalah perjalanan yang panjang dan sulit. Penuh kesulitan dan usaha. Tidak ada seorang pun yang terhindar dari rasa sakit dan kesedihan meskipun ia tampaknya memiliki waktu di mulutnya ketika ia lahir tetapi orang mengatakan bahwa Al-Quran menyebutkan hal ini yang dalam firman Allah subhanahu wa taala menciptakan orang dalam kesusahan (Al-Balad : 4) Lihat malah banyaknya orang yang memusuhi dia.
Jadi singkatnya orang percaya berada di bawah lima cobaan; Hal ini ditemukan pada Muslim (lainnya) yang menginspirasi orang-orang munafik yang membenci orang-orang kafir yang memerangi setan-setan yang haus dan yang melawan nafsu. Mirip dengan dia (sangat mirip dengan dia) setelah Nabi. Maka semua manusia membutuhkan tempat berteduh untuk menghilangkan penat dan penat di sepanjang perjalanan. Di tempat itu mereka bisa tertawa bahagia dan bahagia. Itu tidak selalu penuh dengan ketidaknyamanan rasa sakit dan penderitaan tetapi itu merenggut nyawa mereka dan mencemari kesucian mereka. Atau komedi .. artinya segala sesuatu yang membuat orang tertawa menghilangkan kesedihan di hati mereka menghilangkan kerutan dari wajah mereka dan menghilangkan kesedihan dari hidup mereka. Apakah diperbolehkan atau dilarang?
tertawa dan riang gembira dalam kehidupan
Kamu dapat melihat perjalanan fitrah manusia. Sesuai dengan kemampuan mereka sendiri-sendiri, dan sesuai dengan keluwesan agama mereka, mereka telah berhasil membuat berbagai sarana dan alat hiburan.
Di antaranya adalah "An-Nukat" (teka-teki humor). Dalam hal ini orang-orang Mesir sangat pandai dan terkenal di seluruh dunia dengan beragamnya kreasi mereka dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti dalam bidang siyasiyah (anekdot politik), biasanya menjadi media untuk mengkritik pemerintah dan rezim yang berkuasa, terutama di waktu-waktu terjadinya penindasan dan tekanan politik.
Manusia sangat sering mengadakan pertemuan antara mereka untuk menghibur diri mereka dengan tawa dan bergembira. Yang dengan demikian mereka dapat menghilangkan kepenatan. Bahkan dalam dunia lawak ini kita bisa menyebutkan nama-nama yang sudah terkenal, seperti Juha, Abu Nawas atau yang lainnya. Terlepas dari apakah tokoh-tokoh tersebut nyata atau fiktif, tetapi yang jelas nama-nama tersebut sudah sangat terkenal.
Ada lagi orang yang membuat lawakan dengan spontanitas, ini yang sekarang sering dilakukan oleh para pelawak, seperti Asy'ab (dulu) atau seperti Syaikh Abdul Aziz Al Busyri sekarang ini di Mesir.
Di Mesir juga ada majalah-majalah khusus tentang ini, yang paling terkenal adalah majalah "Al Ba'kukah." Serupa atau disamakan dengan itu adalah "Al Qafasyaat" yang oleh orang-orang Mesir dinamakan "Ad Dukhuul, fi Qaafiyah." Di sini mempergunakan majaz dan tauriyah seputar satu pembahasan yang diungkapkan oleh dua orang (petatah-petitih).
Ada lagi bentuk permainan yang memancing tawa dan bersuka ria, seperti mainan "Araajuuz." Ada pula yang lainnya yang dinamakan "Khayal Adz-Dzill," yaitu mengungkapkan satu jenis dari pepatah yang bisa mengundang tawa.
Ada pula bentuk permainan yang lain lagi, namanya Al Alghaz dan Al Ahaaji (teka-teki silang) atau dalam bahasa umum disebut "Al Fawaaziir." Bentuk yang lain lagi adalah kisah-kisah lucu, atau yang umumnya dinamakan Al Khawaadiits, berisi kisah-kisah yang menghibur dan menyenangkan.
Ada lagi bentuk yang lainnya yakni Al Amtsal Asy-Sya'biyah (pepatah negeri) yang memuat banyak pemikiran atau ungkapan yang membuat orang tertawa dan bersuka ria. Biasanya dibuat oleh seniman setempat --yang terkenal maupun tidak--sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya sesuai dengan nilai-nilai dan pemahaman.
Setiap zaman selalu ada perubahan, penambahan baru atau pengembangan-pengembangan dari yang sudah ada. Sebagaimana hal itu kita lihat di dalam seni "Karikatur," yang mengubah dari bentuk kata yang diucapkan menjadi gambar yang mengungkapkan sesuatu, baik disertai tulisan atau tidak.
Saya pernah ditanya mengenai bagaimana sikap agama terhadap semua ini (seni lelucon atau seni lawak). Mengingat ada dari sebagian aktifis yang sangat anti dan hampir tidak pernah tertawa, tidak pernah bergurau, sampai ada sebagian orang mengira bahwa kecemberutan itu merupakan tabiat agama ini dan ummatnya.
Maka saya jawab, "Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia. Binatang tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui ucapan yang didengar atau suatu sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia tertawa karenanya."
Oleh sebab itu manusia merupakan 'binatang' yang bisa tertawa, dan benarlah ucapan orang yang mengatakan, "Saya tertawa, karena saya manusia." Islam sebagai agama fithrah, tidak pernah terbayangkan darinya, bahwa ia memerintahkan kita untuk keluar dari fithrah, dalam hal ini untuk tidak tertawa dan bergembira. Tetapi justru sebaliknya, menyambut segala sesuatu yang membuat kehidupan ini menjadi tersenyum bergembira. Islam juga menyukai seorang Muslim agar memiliki kepribadian yang senantiasa optimis dan berseri. Dan tidaklah membenci kepribadian seperti ini, kecuali yang melihat dengan kaca mata hitam yang pekat.
Uswah ummat Islam -Rasulullah SAW- adalah orang yang menghadapi berbagai kesusahan yang beraneka ragam. Tetapi meski demikian, beliau juga bergurau dan beliau tidak berbicara sesuatu kecuali yang haq. Beliau juga hidup bersama para sahabatnya dengan kehidupan yang fithri dan wajar. Beliau ikut serta bergurau dan bermain dengan mereka, sebagaimana beliau ikut bersusah-payah dan bersedih bersama mereka.
Zaid bin Tsabit, ketika diminta untuk menceritakan tentang keadaan Rasulullah SAW maka ia berkata, "Saya bertetangga dengan Nabi, maka apabila turun kepadanya wahyu, beliau memerintahkan kepadaku untuk menulisnya. Dan apabila kami mengingat dunia, maka beliau juga mengingatnya bersama kami, dan jika kami mengingat akhirat, belian juga mengingatnya bersama kami, dan apabila kami ingat makanan, beliau juga ingat makanan bersama kami, ini semuanya aku ceritakan kepadamu dan Rasulullah SAW.,"(HR. Thabrani)
Para sahabat mensifati Rasulullah SAW bahwa beliau adalah termasuk orang yang sering bergurau. (Kanzul 'Ummal, no: 184)
Kita dapatkan bahwa Rasulullah SAW di rumahnya juga bergurau dengan isteri-isterinya dan mendengarkan cerita mereka. Sebagaimana diceritakan di dalam haditsnya Ummu Dzar yang terkenal di dalam shahih Bukhari. Kita lihat juga bagaimana perlombaan Nabi SAW dengan 'Aisyah RA di mana sesekali 'Aisyah menyalipnya dan sesekali Nabi mendahuluinya, maka Nabi bersabda kepadanya, "Ini dengan itu (satu-satu)."
Diriwayatkan juga bahwa punggung Rasulullah SAW pernah ditunggangi oleh kedua cucunya Hasan dan Husain ketika masih kecil. Beliau dan kedua cucunya menikmati tanpa rasa berat. Ketika itu ada salah seorang sahabat yang masuk dan melihat pemandangan itu, maka sahabat itu berkata, ..Sebaik-baik yang kamu naiki adalah yang kamu naiki berdua." Nabi SAW berkata, "Sebaik-baik yang naik adalah keduanya."
Rasulullah SAW juga pernah bergurau dengan nenek-nenek tua yang datang dan berkata, "Doakan aku kepada Allah agar Allah memasukkan aku ke surga," maka Nabi SAW berkata kepadanya, "Wahai Ummu Fulan! Sesungguhnya surga itu tidak dimasuki orang yang sudah tua," maka wanita tua itu pun menangis, karena ia memahami apa adanya. Maka Rasulullah SAW memahamkannya, bahwa ketika dia masuk surga, tidak akan masuk surga sebagai orang yang sudah tua, tetapi berubah menjadi muda belia dan cantik. Kemudian Nabi SAW membaca firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (wanita-wanita surga) itu dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya." (Al Waqi'ah: 35-37)
Ada seorang laki-laki datang ingin dinaikkan unta, maka Nabi bersabda, "Saya tidak akan membawamu kecuali di atas anak unta," maka orang itu berkata, "Wahai Rasulullah, apa yang dapat saya perbuat dengan anak unta?" Ingatannya langsung ke anak unta yang masih kecil. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Apakah ada unta yang melahirkan kecuali unta juga?"
Zaid bin Aslam berkata, Ada seorang wanita bernama Ummu Aiman datang ke Rasulullah SAW berkata, "Sesungguhnya suamiku mengundangmu." Nabi berkata, "Siapakah dia, apakah dia orang yang matanya ada putih-putihnya?." Ia berkata, "Demi Allah tidak ada di matanya putih-putih!." Maka Nabi berkata. "Ya, di matanya ada putih-putih," maka wanita itu berkata, "Tidak, demi Allah." Nabi berkata, "Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada putih-putihnya." (Az-Zubair bin Bakar dalam "Al Fakahah wal Mizah" dan Ibnu Abid-Dunya). Yang dimaksud dalam hadits ini adalah putih yang melingkari hitamnya bola mata.
Anas berkata, "Abu Talhah pernah mempunyai anak bernama Abu 'Umair, dan Rasulullah SAW pernah datang kepadanya lalu berkata, 'Wahai Abu 'Umair apa yang diperbuat oleh Nughair (burung kecil)?' Karena anak burung pipit yang dipermainkan."
'Aisyah berkata, "Rasulullah SAW dan Saudah binti Zam'ah pernah berada di rumahku, maka aku membuat bubur dan tepung gandum yang dicampur dengan susu dan minyak, kemudian aku hidangkan, dan aku katakan kepada Saudah, 'Makanlah' maka Saudah berkata, 'Saya tidak menyukainya,' Maka aku berkata, 'Demi Allah benar-benar kamu makan atau aku colekkan bubur itu ke wajahmu, ' maka Saudah berkata, 'Saya tidak mau mencicipinya, ' maka aku ('Aisyah) mengambil sedikit dari piring, kemudian aku colekkan ke wajahnya, saat itu Rasulullah SAW menurunkan kepada Saudah kedua lututnya agar mau mengambil dariku, maka aku mengambil dari piring sedikit lalu aku sentuhkan ke wajahku, sehingga akhirnya Rasulullah SAW tertawa." (HR. Zubair bin Bakkar di dalam kitabnya "Al Fukahah")
Diriwayatkan juga sesungguhnya Dhahhak bin Sufyan Al Kallabi adalah orang yang berwajah buruk. Ketika dibai'at oleh Nabi SAW maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya aku mempunyai dua wanita yang lebih cantik daripada si Merah Delima ini ('Aisyah),--ini sebelum turun ayat tentang hijab--, "Apakah tidak sebaiknya aku ceraikan salah satunya untukmu, kemudian kamu menikahinya?" Saat itu 'Aisyah sedang duduk mendengarkan, maka Aisyah berkata, 'Apakah dia lebih baik atau engkau?" Maka Dhahhak menjawab, "Bahkan saya lebih baik daripada dia dan lebih mulia." Maka Rasulullah SAW tersenyum karena pertanyaan 'Aisyah kepadanya, karena ia laki-laki yang berwajah buruk. ' (HR. Zubair bin Bakkar di dalam "Al Fukaahah")
Rasulullah SAW senang untuk menebarkan kegembiraan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, terutama di dalam momen-momen seperti hari raya atau pesta pernikahan.
Ketika Abu Bakar RA tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di rumahnya dan mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar, "Biarkan keduanya, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya."
Di dalam riwayat lain dikatakan, "Agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa sesungguhnya di dalam agama kita ini ada hiburan."
Rasulullah SAW juga pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan tombak mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari besar dan Nabi SAW mendorong mereka, "Di bawahmu wahai Bani Arfidah."
Rasulullah SAW memberi kesempatan kepada Aisyah RA untuk melihat mereka dari belakangnya, sedangkan mereka terus bermain dan menari, dan Nabi tidak memandang demikian itu sebagai dosa.
Pada suatu hari beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi saja, tidak disertai permainan atau lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mengapa tidak ada permainannya? Sesungguhnya kaum Anshar itu tertarik dengan permainan."
Di dalam sebagian riwayat Rasulullah SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak mengirimkan bersamanya orang yang menyanyi dan mengatakan. 'Kami telah datang kepadamu... kami telah datang kepadamu... (karena itu) sambutlah kami...,' sebagai ucapan selamat kami untukmu."
Para sahabat Nabi SAW dan orang-orang yang mengikuti mereka (para tabi'in) adalah sebaik-baik generasi, namun mereka juga tertawa dan bergembira karena mengikuti petunjuk Nabinya. Sampai orang seperti Umar bin Khaththab yang terkenal kerasnya, juga pernah bergurau dengan budaknya. Umar mengatakan kepada budaknya, "Aku diciptakan oleh Pencipta orang-orang mulia, dan engkau diciptakan oleh Pencipta orang-orang durhaka!" Ketika Umar melihat budaknya sedih karena kata-kata itu, maka Umar menjelaskan dengan mengatakan, "Sesungguhnya tidak ada yang menciptakan orang-orang mulia dan orang-orang durhaka kecuali Allah 'Azza wa Jalla."
Sebagian sahabat ada yang bersenda gurau dan Rasulullah SAW pun membiarkan dan menyetujui. Hal seperti ini terus berjalan setelah Rasul SAW wafat. Semua itu diterima oleh para sahabat, tidak ada yang mengingkari, meskipun seandainya peristiwa itu terjadi sekarang pasti akan diingkari oleh sebagian besar aktifis Islam dengan pengingkaran yang keras, bahkan mungkin mereka menganggap pelakunya tergolong orang-orang yang fasik atau menyimpang.
Di antara sahabat yang terkenal sering bergurau adalah Nu'aiman bin Umar Al Anshari RA, yang telah diriwayatkan darinya beberapa keistimewaan yang aneh dan menakjubkan.
Beliau termasuk orang yang ikut berbai'ah 'Aqabah yang kedua, pernah ikut perang Badar dan Uhud, Khandaq dan seluruh peperangan yang ada.
Zubair bin Bakkar telah meriwayatkan darinya sejumlah keanehan-keanehan yang langka di dalam kitabnya "Al Fukahah wal Marakh," di sini kita sebutkan sebagian darinya:
Zubair bin Bakkar berkata, "Nu'aiman itu tidak masuk ke Madinah sekejap mata pun kecuali ia membeli sesuatu darinya, kemudian membawanya ke Rasulullah SAW kemudian ia berkata, "Ini aku hadiahkan untukmu (wahai Rasulullah SAW)." Ketika pemiliknya datang ingin meminta uang kepada Nu'aiman, maka orang itu dibawa kepada Nabi SAW Nu'aiman berkata, "Wahai Rasulullah SAW berikan kepada orang ini uangnya (harga barangnya), maka Nabi berkata, "Bukankah kamu telah menghadiahkan kepadaku?" Nu'aiman berkata, "Demi Allah, saya tidak mempunyai uang (untuk membelinya), tetapi saya ingin engkau memakannya, maka Rasulullah SAW tertawa, dan memerintahkan untuk memberikan uangnya kepada pemilik (barang)nya."
Zubair bin Bakkar juga meriwayatkan kisah lainnya dari Rabi'ah bin Utsman, ia berkata, "Ada seorang Badui masuk ke rumah Rasulullah SAW dan mengikat untanya di halaman, maka berkata sebagian sahabat kepada Nu'aiman Al Anshari, "Bagaimana kalau kamu sembelih unta ini, lalu kami memakannya, sesungguhnya kami ingin sekali makan daging, maka Nu'aiman pun melakukannya, sehingga orang Badui itu keluar dari rumah Nabi SAW dan berteriak, "Untaku disembelih, wahai Muhammad !" Maka Nabi SAW keluar, lalu berkata, "Siapa yang melakukan ini?," mereka menjawab, "Nu'aiman," maka Nabi SAW mencarinya sehingga telah mendapatkannya masuk ke rumah Dhaba'ah binti Zubair bin Abdul Muththalib dan bersembunyi di bawah gubuk kecil yang beratap daun kurma. Ada seorang yang memberi tahu Nabi SAW di mana Nu'aiman bersembunyi, maka Nabi SAW mengeluarkannya dan Nabi bertanya, "Apa yang mendorong kamu untuk berbuat demikian?" Nu'aiman berkata. "Mereka yang memberitahu engkau wahai Rasulullah, merekalah yang menyuruh aku untuk berbuat demikian." Setelah itu Nabi SAW membersihkan debu yang ada di wajahnya dan tertawa, kemudian menggantinya kepada Badui itu.
Zubair bin Bakkar juga berkata, "Pamanku telah menceritakan kepadaku dari kakekku, kakekku berkata, "Makhrumah bin Naufal telah mencapai usia 115 tahun, maka ia berdiri di masjid ingin kencing, sehingga para sahabat berteriak, "MasjidÉ ! MasjiiiidÉÉ ! Maka Nu'aiman bin 'Amr menuntunnya dengan tangannya, kemudian ia membungkuk dengan membawa orang itu di bagian lain dari masjid. Setelah itu Nu'aiman berkata kepadanya, "Kencinglah di sini, " maka para sahabat berteriak lagi dan Makhrumah berkata, "Celaka kalian! Siapakah yang membawaku ke tempat ini?" Mereka menjawab, "Nu'aiman." Makhrumah berkata, Sungguh jika aku beruntung aku akan memukulnya dengan tongkatku!" Maka berita itu sampai pada Nu'aiman, lalu Nu'aiman tinggal beberapa hari, kemudian datang kepada Makhrumah, sedangkan Utsman sedang shalat di bagian pojok masjid. Maka Nu'aiman berkata kepada Makhrumah, "Apakah kamu menginginkan Nu'aiman? "Makhrumah menjawab, "Ya," maka Nu'aiman menuntunnya sehingga berhenti di hadapan Utsman (yang sedang shalat), dan Utsman kalau shalat tidak pernah menengok, maka Nu'aiman berkata. "Di depanmu itu Nu'aiman." Maka Makhrumah memukulkan tongkat itu kepada Utsman sehingga Utsman pingsan, maka para sahabat berteriak kepadanya, "Apakah engkau tega memukul Amirul Mukminin ?."
Di antara kisah yang menarik adalah ada sahabat lainnya yang juga termasuk ahli melawak. Ia berhasil menjerumuskan Nu'aiman di dalam suatu masalah, sebagaimana Nu'aiman menjerumuskan orang lain. Yakni dalam kisah Suwaibith bin Harmalah dengan dia. Orang ini termasuk orang yang ikut perang Badar juga.
Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya "Al Istii'aab" berkata, "Suwaibith RA adalah seorang tukang melawak, berlebihan dalam bermain-main dan ia memiliki kisah menarik dengan Nu'aiman dan Abu Bakar As-Siddiq RA sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, "Abu Bakar As-siddiq RA pernah keluar berdagang ke Bushra satu tahun sebelum Nabi SAW wafat. Bersama Abu Bakar adalah Nu'aiman dan Suwaibith bin Harmalah, kedua-duanya pernah ikut perang Badar. Saat itu Nu'aiman membawa bekal makanan, maka Suwaibith berkata kepadanya, "Berilah aku makan.
Nu'aiman berkata, "Tidak, hingga datang Abu Bakar RA," Suwaibith berkata, "Ingat, demi Allah aku akan benar-benar marah kepadamu." Ketika mereka berjalan melewati suatu kaum, maka Suwaibith berkata kepada kaum itu, "Apakah kalian mau membeli budak dariku?" mereka berkata, "Ya, mau." Suwalbith berkata, "Tetapi budakku itu doyan ngomong, dan dia akan berkata kepadamu, "Saya merdeka," karena itu jika ia mengatakan demikian maka biarkanlah, dan jangan kalian rusak budakku." Mereka menjawab, "Kita beli saja dari kamu." Suwaibith berkata, "Belilah dengan sepuluh qalaish, " maka kaum itu datang dan meletakkan di leher Nu'aima sorban atau tali, dan Nu'aiman berkata, "Sesungguhnya ia (Suwaibith) itu menghina kamu, karena aku adalah orang yang merdeka dan bukan budak," mereka berkata, "Dia (Suwaibith) telah memberi tahu kepadaku tentang engkau." Maka kaum itu membawa Nu'aiman. Sampai saat datangnya Abu Bakar RA, maka Suwaibith memberitahu kepadanya perihal Nu'aiman, lalu Abu Bakar mengikuti mereka dan mengganti uang sepuluh qalaish dan mengambil kembali Nu'aiman. Ketika datang ke hadapan Nabi SAW mereka pun menceritakannya, maka Nabi tersenyum, demikian juga para sahabatnya karena kisah ini, selama satu tahun." (HR. Ibnu Abi Syaibah dan lbnu Majah)
Post a Comment for "Bagaimana Hukuman Tawa Canda/Seni Lawak Dan Hiburan (Komedi) dalam islam"